Senin, 16 Juni 2014

12. Upacara kelahiran, Perkawinan dan kematian dalam agama Budha

A.    Upacara Kelahiran

Kelahiran dan Bayi Upacara

Dalam Buddhisme Theravada, ada praktek ritual tertentu diamati ketika seorang anak lahir dari orangtua Buddhis.Ketika bayi cocok untuk dibawa keluar dari pintu, orang tua memilih hari baik atau bulan purnama hari dan bawa anak ke candi terdekat. Mereka pertama kali menempatkan anak di lantai ruang kuil atau di depan patung Buddha untuk menerima berkat-berkat dari Tiga Permata (Buddha, sangha dan dharma). Ini adalah pemandangan umum di Maligawa Dalada, Kuil Gigi Relic Suci, di Kandy.
Pada saat upacara keagamaan setiap hari (Puja) candi, ibu menyerahkan bayi mereka ke awam wasit (kapuva) di dalam ruangan kuil, yang pada gilirannya membuat untuk beberapa detik di lantai dekat ruang relik dan tangan kembali ke ibu. Sang ibu menerima anak dan memberikan biaya yang kecil ke kapuva untuk layanan yang diberikan. 
Lahir Setelah kelahiran anak, orang tua sering berkonsultasi biarawan ketika memilih nama, yang harus memuaskan, sementara bahasa menyampaikan suatu arti yang baik.. Tergantung pada daerah, praktek-praktek agama lain mungkin mengikuti kelahiran. Di bagian tengah negara itu, misalnya, bayi akan memiliki lazim kepalanya dicukur ketika ia berusia satu bulan. Hal ini pada dasarnya ritus Brahminic, yang disebut upacara khwan, dapat disertai dengan upacara Budha di mana rahib membacakan ayat-ayat dari teks-teks suci. 
               Pentahbisan. Ritus kedua dalam rentang kehidupan manusia kebanyakan Thailand penahbisan ke dalam kap biksu. Secara tradisional, seorang pemuda yang tidak diterima secara sosial sampai ia telah menjadi seorang biarawan, dan banyak orangtua bersikeras bahwa setelah seorang anak mencapai usia dua puluh ia akan ditahbiskan sebelum menikah atau memulai karir resmi. Ada juga alasan lain untuk memasuki kap biksu, seperti untuk membuat manfaat untuk jiwa berangkat dari kerabat, atau untuk orang tuanya ketika mereka masih hidup, atau untuk membayar janji kepada Sang Buddha setelah meminta dia untuk memecahkan masalah pribadi atau keluarga . 
                Pentahbisan terjadi sepanjang bulan Juli, sebelum retret tiga-bulan selama musim hujan. Kepala orang itu adalah dicukur dan dia mengenakan jubah putih untuk hari sebelum ia resmi ditahbiskan, ada nyanyian dan perayaan dan, di daerah pedesaan, seluruh masyarakat dan dengan demikian bergabung dalam merit keuntungan. Pada hari upacara, biarawan calon diambil sekitar candi tiga kali dan kemudian ke ruang konvensi, di mana semua biksu menunggunya. Setelah sebelumnya telah terlatih, ia mengalami penyelidikan oleh seorang pendeta senior di depan gambar Buddha, dan jika ia memenuhi semua kondisi untuk menjadi seorang bhikkhu, jemaat menerima dirinya. Dia kemudian diinstruksikan pada kewajibannya, jubah don kunyit, dan mengaku sebagai biksu. Selama tiga bulan berikutnya musim hujan ia diharapkan untuk tinggal di wat itu, mencontohkan ideal Buddhis dalam kehidupan dan menjalani pelatihan ketat di tubuh dan mengendalikan pikiran, setelah itu ia dapat, jika ia memilih, kembali menjadi orang awam. 
Menurut "Upacara Ritual Buddhis dan Sri Lanka," dengan pengecualian penahbisan dengan kehidupan monastik dan ritus pemakaman, hidup peristiwa siklus dianggap sebagai urusan sekuler untuk sebagian sejarah Buddhisme. Tidak seperti di agama besar dunia lainnya, tidak ada Buddha kuno penamaan bayi-upacara ada. Dalam masa yang lebih baru, ritual Buddhis telah dicampur dengan orang-orang dari agama-agama dunia dan budaya lain. Di banyak negara bahwa praktek Buddhisme Theravada, pengaruh luar telah mengilhami pengembangan Buddha penamaan bayi-ritual.
B.     Perkawinan dan upacara perkawinan
Perkawinan adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Di dalam Tipitaka tidak banyak ditemukan uraian-uraian yang mengatur masalah perkawinan, akan tetapi dari berbagai sutta dapat diperoleh hal-hal yang sangat penting bagi suami dan isteri untuk membentuk perkawinan yang bahagia.
Azas perkawinan
“Sebagai warga negara Indonesia yang mempunyai kewajiban hukum mentaati ketentuan dan peraturan hukum Negara yang berlaku, termasuk juga mengenai perkawinan, maka di dalam melaksanakan perkawinan dan dengan segala akibatnya menurut hukum, haruslah mentaati ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil”.
Di dalam Undang-undang Perkawinan yang berlaku tersebut, ditentukan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. Terdapat perkecualian bahwa Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang, apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan alasan-alasan yang ditentukan secara limitatif yaitu apabila isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, apabila isteri mendapat cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan apabila isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Di dalam pasal 10 ayat 4 dari Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1983 ditentukan bahwa : Izin untuk beristeri lebih dari satu tidak diberikan oleh pejabat apabila : a. Bertentangan dengan ajaran/ peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Walaupun ketentuan ini ditujukan kepada Pegawai Negeri sipil, tetapi azas ketentuan bahwa izin tidak diberikan apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut oleh pemohon izin, adalah berlaku juga terhadap bukan Pegawai Negeri Sipil yang memohon izin kepada Pengadilan Negeri sebagai suatu ketentuan yang mengikat dan untuk ketertiban umum serta kepastian hukum.
Walaupun di dalam agama Buddha tidak ditentukan secara tegas azas monogami yang dianut, tetapi dengan berdasar kepada Anguttara Nikaya 11.57 seperti dikutip di atas, yaitu pernikahan yang dipuji oleh Sang Buddha adalah perkavvinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa) dengan seorang perempuan yang baik (dewi), maka dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan menurut agama Buddha adalah azas monogami, yaitu dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri dan seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.
Perlu dipertimbangkan, bahwa seorang laki-laki yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian akan dapat melakukan hal-hal yang kurang adil atau kurang bijaksana, apalagi setelah ia mempunyai isteri lebih dari satu, yang berakibat akan menyakiti hati isteri atau isteri-isterinya tersebut. Akan tetapi apabila ada seorang laki-laki yang telah beristeri lebih dari satu sebelum beragama Buddha, maka setelah beralih menjadi umat Buddha, mungkin ia tidak perlu menceraikan isteri atau isteri-isterinya; yang penting adalah agar ia berusaha sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang baik bagi isteri-isterinya.



UPACARA PERKAWINAN
I. PERSIAPAN UPACARA
A. Agar dapat dilaksanakan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha maka calon mempelai harus menghubungi pandita agama Buddha dari majelis agama Buddha (misalnya Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia) yang mempunyai kewenangan untuk memimpin upacara perkawinan (bukan seorang bhikkhu atau samanera).
Caranya adalah dengan mengisi formulir yang telah tersedia, serta dengan melampirkan :
  1. Dua lembar fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan kedua calon mempelai.
  2. Dua lembar fotokopi Akta Kelahiran atau Akta Kenal Lahir dari kedua calon mempelai.
  3. Dua lembar Surat Keterangan dari Lurah setempat tentang status tidak kawin dari kedua calon mempelai (perjaka/duda/gadis/janda)
  4. Surat izin untuk calon mempelai yang berumur dibawah 21 tahun.
  5. Tiga lembar pasfoto berdua ukuran 4 X 6 cm2
B. Setelah semua syarat dipenuhi dan surat-surat telah diperiksa keabsahannya, maka pengumuman tentang perkawinan tersebut harus ditempel di papan pengumuman selama 10 hari kerja.
C. Dalam hal perkawinan dilangsungkan kurang dari 10 hari kerja, diperlukan Surat Dispensasi Kawin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat (Tingkat Kecamatan).
II PELAKSANAAN UPACARA
A. TEMPAT UPACARA
Upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha dapat dilangsungkan di vihara,
cetiya atau di rumah salah satu mempelai yang memenuhi syarat untuk pelaksanaan
upacara perkawinan.
B. PERLENGKAPAN ATAU PERALATAN UPACARA
Persiapan peralatan upacara :
  1. Altar dimana terdapat Buddharupang.
  2. Lilin lima warna (biru, kuning, merah, putih, jingga)
  3. Tempat dupa
  4. Dupa wangi 9 batang
  5. Gelas/mangkuk kecil berisi air putih dengan bunga (untuk dipercikkan)
  6. Dua vas bunga dan dua piring buah-buahan untuk dipersembahkan oleh kedua mempelai
  7. Cincin kawin
  8. Kain kuning berukuran 90 X 125 cm2
  9. Pita kuning sepanjang 100 cm
  10. Tempat duduk (bantal) untuk pandita, kedua mempelai, dan bhikkhu (apabila hadir)
  11. Surat ikrar perkawinan
  12. Persembahan dana untuk bhikkhu (apabila hadir), dapat berupa bunga, lilin, dupa dan lain-lain.
C. PELAKSANAAN UPACARA PERKAWINAN
  1. Pandita dan pembantu pandita sudah siap di tempat upacara.
  2. Kedua mempelai memasuki ruangan upacara dan berdiri di depan altar.
  3. Pandita menanyakan kepada kedua mempelai, apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha, apabila tidak ada maka acara dapat dilanjutkan.
  4. Penyalaan lilin lima warna oleh pandita dan orang tua dari kedua mempelai.
  5. Persembahan bunga dan buah oleh kedua mempelai.
  6. Pandita mempersembahkan tiga batang dupa dan memimpin namaskara *)
  7. Pernyataan ikrar perkawinan**)
  8. Pemasangan cincin kawin.
  9. Pengikatan pita kuning dan pemakaian kain kuning.
  10. Pemercikan air pemberkahan oleh orang tua dari kedua mempelai dan pandita.
  11. Pembukaan pita kuning dan kain kuning.
  12. Wejangan oleh pandita.
  13. Penandatanganan Surat lkrar Perkawinan.
  14. Namaskara penutup dipimpin oleh pandita.
*)
Pandita pemimpin upacara mengucapkan Namakkara Gatha diikuti oleh hadirin kalimat demi kalimat :
ARAHAM SAMMASAMBUDDHO BHAGAVA
[A-ra-hang Sam-maa-sam-bud-dho bha-ga-waa]
BUDDHAM BHAGAVANTAM ABHIVADEMI
[Bud-dhang Bha-ga-wan-tang Abhi-waa-de-mi)
(Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna;
aku bersujud di hadapan Sang Buddha, Sang Bhagava)
SVAKKHATO BHAGAVATA DHAMMO
[Swaak-khaa-to Bha-ga-wa-taa Dham-mo]
DHAMMAM NAMASSAMI
[Dham-mang Na-mas-saa-mi]
(Dhamma telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava;
aku bersujud di hadapan Dhamma)
SUPATIPANNO BHAGAVATO SAVAKASANGHO
[Su-pa-ti-pan-no Bha-ga-va-to Saa-wa-ka-sang-gho]
SANGHAM NAMAMI
[Sang-ghang na-maa-mi]
(Sangha, siswa Sang Bhagava telah bertindak sempurna,
aku bersujud di hadapan Sangha)
**)
Sebelum menyatakan ikrar perkawinan kedua mempelai mengucapkan Vandana :
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO
SAMMA SAMBUDDHASSA
[Na-mo Tas-sa Bha-ga-wa-to A-ra-ha-to
Sam-maa-sam-bud-dhas-sa]
(tiga kali)
(Terpujilah Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna)
Catatan :
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Pasal 2 maka perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab III pasal 3 maka perkawinan (menurut tatacara agama Buddha) dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi (yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat adalah pegawai pencatat perkawinan dan perceraian atau pegawai catatan sipil).
Apabila upacara perkawinan tidak dihadiri oleh Pegawai Pencatat, maka Pegawai Pencatat dapat diwakili oleh Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan (Buddhis) yang diangkat oleh Gubernur setempat.
Apabila upacara perkawinan tidak dihadiri oleh Pegawai Pencatat maupun Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan (Buddhis), maka pandita yang memimpin upacara perkawinan mengeluarkan Surat Keterangan Perkawinan yang berlaku sebagai bukti bahwa upacara perkawinan menurut tatacara agama Buddha telah dilaksanakan, surat tersebut bersama-sama dengan dokumen pendukung linnya dibawa ke Kantor Catatan Sipil untuk dicatatkan.
Referensi :  
 (Sumber: Tuntunan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Buddha, Penyusun: Pandita Sasanadhaja Dokter R. Surya Widya, psikiater,
Pernerbit : Pengurus Pusat MAGABUDHI bekerjasama dengan
Yayasan Buddha Sasana, Cetakan Pertama, Mei 1996)

1.    Upacara
Upacara adalah rangkain tindakan terorganisir dengan tatanan atau aturan tertentu yang mengedepankan berbagai tanda atau symbol –simbol kebesaran dan menggunakan cara-cara yang ekspresif dari hubungan social, terkait dengan suatu tujuan atau peristiwa yang penting. Kita mengenal bermacam-macam upacara, seperti upacara kenegaraan termasuk upacara militer dan upacara bendera, upacara adat dan agama.[1]
Upacara dan ritual merupakan suatu ornament atau dekorasi untuk memperindah suatu agama guna menarik masyarakat.[2]
2.    Kematian dalam agama Budha
Bila kematian tiba,
Tak ada yang kubawa serta,
Harta, kemewahan bukan lagi milikku,
Kedudukan, nama dan kekuasaan,
Semua telah sirnah.
Siapa mengiringi perjalananku ?
Lenyap sudah tali ikatan
Teman, sahabat, keluarga tercinta,
Hanya tinggal kenangan ……
Kini ku teringat,
48 janji besar Amithabha Buddha’
Tekad mulia menolong semua makhluk,
Bebas dari derita,
Untuk lahir dari surga sukhavati,
Kepada-Nya aku berlindung,
Sepenuh hati ku berseru :
Namo AmithabhaBuddha. (berulang-ulang)[3]
Agama Buddha mengajarkan, bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian hanyalah satu fase peralihan antara hidup yang sekarang dengan kehidupan dialam tumimbal lahir yang baru.
Bagi mereka yang sewaktu msih hidup rajin berlatih membina diri, menghayati dan melaksanakan ajaran Hyang Buddha. Maka dia akan mengetahui kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mengetahui jauh sebelum waktunya, bisa beberapa : tahun; bulan; minggu; atau 1-2 hari sebelumnya tergantung dari ketakutan dan kemantapannya  di dalam menghayati Buddhi Darma. Sehingga menjelang saatnya tiba, dia dapat melakukan persiapan seperlunya, yaitu membersihkan diri dan menukar pakaian, lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amhitabha Buddha.
Menurut agama buddhapun, hidup tidak hanya sekali . adanya silkus lahir dan mati,bagaikan siang dan malam. Kematian bukanlah akhir, karna seketika itu pula berlanjut pada kelahiran kembali. Melalui lahir dan mati dari alam yang satu kea lam yang lain, ataupun kembali kea lam yang sama, para mahluk menjalani lingkaran tumimbal lahir. Buddha mengatakan,”sesuai dengan karmanya mereka akan bertumimba-lahir dan dalam tumimba lahirnya itu mereka akan menerima akibat dari perbuatannya sendiri. Karna itu aku menyatakan: semua makhluk adalah ahliwaris dalam perbuatannya sendiri” (A.V, 291).
Karma juga membagi para makhluk menjadi berbeda, yang dikatakan sebagai hina dan mulia. Doktrin karma menjelaskan kenapa ada manusia yang pendek usia, ada yang panjang usia; yang sering sakit dan jarang sakit; yang buruk rupa dan cantik rupawan; yang sedikit rezeki dan banyak rezeki; yang miskin dan kaya raya; yang memiliki keluarga kecil dan keluarga besar ; yang dungu dan pandai bijaksana (M. III, 202-203). Ketika ada yang terlahir catat, karma juga alasannya. Ada daya tarik  si anak dengan karma orang tuanya. Adanya karma individual dan adanya karma kolektif.
Sedangakan gagasan penganut Buddha tradisional tentang kematian didasarkan pada doktrin india kuno yaitu samsara, dan secara beragam diterjemaahkan sebagai renkarnasi atau transmigrasi- dari waktu kehidupan menjadi kehidupan yang lain.[4]
A.    Proses penghancuran Badan jasmani dan Rohani
Terurainya 4 Element besar dimulai dari unsur tanah, unsur tanah akan turun ke unsur air, yang menyebabkan badan terasa sesak, seakan-akan menanggung beban yang sangat berat, seluruh otot terasa kaku dan keram, pada saat ini dianjurkan agar sanak saudara jangan menyentuh atau memijatnya, karna akan menambah penderitaan jasmaninya. Setelah itu unsur air akan turun ke unsur api, yang menyebabkan seluruh tubuh bagaikan diselimut oleh hawa dingin yang amat sangat, beku sakit bukan kepalang. Dan dilanjut dengan turunnya unsur api ke unsur angin, rasa sakit bertambah hebat, seluruh badan terasa panas bagaikan terbakar. Element terakhir yang terulang adalah unsur angin, badan rasanya seperti ditiup oleh angin kencang, tercerai-berai dan hancur lebur. Saat ini 4 element besar telah berpisah, badan jasmani tak dapat dipertahankan lagi,inilah yang disebut mati dalam ilmu kedokteran. Tetapi menurut teori Buddhis, indra ke 8 (alajnavijnana) dari orang tersebut belum pergi, karenanya belum boleh disentuh, dia masih dapat merasa sakit, bahkan ada yang bisa mengeluarkan air mata, walaupun secara medis sudah dinyatakan mati.

B.     49 Hari perjalanan Badan medio (ALAJNAVIJNANA)
Setelah seluruh 4 element besar terurai maka indra ke 8 pun (alajnavijnana) mulai meninggalkan badan jasmani, masa ini disebut masa medio (pralihan).  Alajnavijnana yang sudah telepas dari badan jasmani disebut juga dengan istilah ‘badan medio’.
Jangka waktu sebulum badan medio tumimbal-lahir kea lam yang lain adalah selama 49 hari (7 X 7 hari ). Menurut aliran Sukhavati dihitung sejak saat dia meninggal hingga hari ke 49. Sedangkan menurut aliran Tantrayana, setelah terlepas dari badan jasmani, badan medio akan pingsan dan baru sadar 3,5 – 4 hari sesudah hari kematiannya.
Kondisi umum badan Mediao :
Pada mulanya badan medio belum menyadari bahwa dirinya telah meninggal dunia, seandainya kita dapat melihat keberadaannya, akan tetlihat terang dan lincah. Dia merasa semua indranya lengkap : mata, telinga; hidung; lidah, badan dan pikirannya bekerja sangat baik. Orang yang semasa hidupnya buta dapat melihat kembali, yang bisu dapat bicara, yang tuli dapat mendengar, badannyapun dapat melang-lang buana, bebas tiada  yang merintangi.
Jika pada waktu itu ada sanak kaluarganya yang mangadakan upacara kematian dan memanggil namanya, maka dia akan mendekati jenazah dan menjadi sadar bahwa dia telah tiada.
Jika pada saat kematian keluarrga almarhum mengadakan upacara kematian dengan menyajikan sajian hasil pembunuhan hewan,misalnya : babi, ayam, ikan dan sebagainya, hal itu bukannya menolong, justru semakin menambah penderitaan badan medio, bagaikan mendorong badan medio masuk ke 3 alam sengsara (binatang, preta, dan neraka),sebab hawa amarah dari binatang yang matipenasaran trsebut akan dapat menggangu perjalannan badan medio, sehingga badan medio merasa jengkel,  kesal dan marah. Kondisi yang buruk ini tidak menunjang  badan medio agar tumimbal lahir dialam yang lebih baik, tetapi justru menjerumuskannya kea lam yang rendah.
Kontak rasa badan medio pada 14 hari pertama:
Apabila semasa hidupnya badan medio tidak pernah berjumpa/berjodoh dan tidak mengerti budha darma, pertolongan dari pihak keluarga tidak ada, maka bbadan medio hanya mengandalkan karmanya sendiri dalam perjalannan kematiannya.
Mula-mula badan medio akan berkontak rasa dengan  6 cahaya yng muncul sebagai akibat dari karmannya sendiri. Jika karmanya berkontrakk rasa dengan alam:
            Dewa, akan tampak sinar putih redup
Manusia, akan tampak sinar kuning redup
Asura, akan tampak sinar hijau redup
Binatang, akan tampak sinar biru redup
Preta,(setan gentayangan), tampak sinar merah redup
Neraka, akan tampak asap berkabut hitam.
Pada umumnya, tanda berkontak rasa dengan dunia baik, sesaat setelah meninggal dunia, satengah badan kebawah akan dingin lebih dahulu,  sedangkan jika berkontak rasa dengan dunia buruk, setengah badan ke atas yang akan menjadi dingin terlebih dahulu . acarnya parampara (sesepuh) mengatakan : jika bagian wajah yang terakhir menjadidingin akan tumimbal lahir di alam dewa, jika bagian tenggorokan yang terakhir dingin akan tumimbal lahir di alam asura, jika hati yang terakhir dingin akan kembali lahir sebagai manusia, jika yang terakhir dingin adalah bagian bawah perut akan menjadi setan gentayanan, jika dengkul  yang terakhir dingin akan menjadi binatang dan jika yang terakhir dingin telapak kaki maka akan masuk kea lam neraka. Bagi mereka yang tidak tumimbal lahir dari 6 alam kehidupan,pada saat seluruh badan telah menjadi dingin, bagian kepala tetap hangat.
Hari ke 1 :
Badan medio akan melihat warna biru cerah seperti biru langit, di tengahnya bertahta Buddha Vairocana (pilucena-Fo) diatas singga sana singa.
Hari ke 2 :
Terdapat sinar putih suci yang menyinari badan medio, sinar ini adalah sinar dari budha Aksobhya (Buddha Vajrasattva/cing kang-Fo) yang bertahta diatas singgasana gajah, disampingnya terdapat Bodhisattva Ksitigarbha dan Bodhisattva Maitreya.
Hari ke 3 :
Terdapat sinar kuning indah yang merupakan sinar dari budha Ratnasambhava (pao sen-Fo) yang bertahta diatas kuda sakti, disampingnya terdapat Bodhisattva Akasagarbha (si Kung Cang Posat) dan Bodhisattva Samantabhadra (Phu Sien Po-Sat).
Hari ke 4 :
Terdapat sinar merah yang bagaikan api unggun suci. Inilah sinar dari Amitabha Buddha dari surge Sukhavati di sebelah barat yang bertahan di singgasana burung merak, langsung menyinari badan medio, disampingnya terdapat Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan Se Im  Po-Sat) dan Budhisattva Mahasthamaprata (Ta Se Ce Po-Sat) yang berdiri dengan penuh welas asih.
Hari ke 5 :
Terdapat sinar hijau terang bagaikan pelangi suuci, ini adalah sinar dari Budha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen-Fo) yang bertahta pada singgasana mahluk yang berbadan manusia dan berkepala burung.
Hari ke 6 :
Jika pada hari ke 6 badan medio blom dapat menemukan penjemputan, tentulah karna akusala karma  yang telah di perbuatnya, atau selama hidupnya tidak mengenal Buddha darma, sehingga tidak yakin atas pertolongan gaib Buddha dan Bodhisattva.  
Hari ke 7 :
Jika badan medio melewatkan 6 hari pertama, maka hari ke 7 akan muncul 5 penjemput yang menduduki posisi timur,selatan, barat, utara, dan tengah.masing-masing mengangkat taangn kanan nya membentuk mudra penaklukan dan mengeluarkan sinar yang menyoroti badan medio. Pada saat yang sama,dari alam binatang memancarkan sinar biru redup, jangan terpikat pada sinar ini, karna munculnya sinar ini sebenarnya akibat kebodohan diri sandiri.
Hari ke 8 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4, dan bermata 9.  Bagiab kanannya berwarna putih, sedangkan kirinya berwarna merah,dan bagian tengahnya berwarna coklat merah tua. Gigi taringnya menonjol dan alisnya bersinar nagaikan listrik. Seluruh badannya bercahaya dan berteriak keras menggelegar. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelma dari Buddha Vairocana (Pilucena-Fo) yang datang menjemput, jangan takut dan kaget, bersujudlah kepadanya dan masuklah kedalam sinar bijak Hyang Buddha, jika saat itu sepenuh hati menyebut Nama Amitabha Buddha, masih dapat terlahir di surge Sukhavati bagian barat.
Hari ke 9 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna biru tua. Malaikat ini sebenarnya adalah penjelma dari Buddha Aksobhya (Vajrasattva/Cing Kang-Fo), yang muncul akibat kontak rasa indra sendiri, jika disaat itu menyebut Namao amithaba Budha,dengan sepenuh hati, badan medio dapat tiba juga di surga Sukhavati bagian barat.
Hari ke 10 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah merah, bermuka 3, bertangan 6, berkaki 4. Bagian kirinya berwarna putih, sedang bagian kanannya berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna kuning tua. Malaikat ini sebenarmya penjelmaan dari Buddha Ratnasambhava (Pao Sen-fo) dari selatan.
Hari ke 11:
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6,berkaki 4. Bbagian kananya berwarna putih, sedangkirinya berwarna biru dan tengahnya berwarna merah.malaikat ini adalah penjelmaan  dari Buddha Amithaba (Omito- F0).
Hari ke 12 :
Tampak malaikat peminum darah dengan wajah marah, bermuka 3, bertangan 6 dan berkaki 4.kanannya berwarna putih, kirinya berwarna merah dan bagian tengahnnya berwarna hijau tua. Malaikat ini adalah penjelmaan dari Buddha Amoghasiddhi (Pu Kung Cen-Fo).
Hari ke 13 :
Pada hari ini akan muncul 8 malaikat berwajah merah disertai dengan 8 wanita berkepala aneka macam yang amat menakutkan masing-masing mengambil posisi mengurung dalam 2 lapisan, jangan takut karna semua ini muncul dari bayangan khayal indra badan medio.
Hari ke 14 :
Pada hari ke 14 badan medio akan mlihat berbagai bayangan malaikat wanita dengan bentuk rupa yang marah dan menyeramkan.semua penampakan ini timbul karna kontak rasa dari indra sendiri. Ke 28 malaikat wanita ini akan mengalilingi badan medio dalam 2 lapisan (luar dan dalam), yang berkedudukan sebagai penjaga pintu 4 penjuru.
Lapisan sebelah dalam
Timur :
1)   Berkepala kerbau dengan warna coklat merah tua,memegang tongkat dan mangkok dari tengkorak manusia.
2)   Berkepala ular warna merah kuning memegang bunga teratai.
3)   Berkepala macam tutut warna biru hitam memegang tombak bercula tiga.
4)   Berkepala monyet warna hitam memegang roda.
5)   Berkepala beruang es warna merah memegang tombak pendek.
6)   Berkepala beruang putih warna merah memegang tali yang terbuat dari usus manusia.
Barat   :
1)   Berkepala elang warna hijau kehitaman memegang tongkat kecil
2)   Berkepala kuda warna merah memegang kaki tangan mayat.
3)   Berkepala elang warna putih  memegang tongkat kayu.
4)   Berkepala anjing warna kuning memegang tongkat dan belati.
5)   Berkepala burung platuk warna merah memegang busur panah.
6)   Berkepala rusa warna hijau memegang hiolo.
Utara  :                                                                   
1)   Berkepala serigala warna biru memegang bendera kecil.
2)   Berkepala kambing hitam warna merah memegang tongkat kayu runcing.
3)   Berkepala babi hutan warna hitammemegang tali urat gigi.
4)   Berkepala burung gagak warna merah memegang jenajah anak kecil.
5)   Berkepala gajah warna hijau hitam memegang jenazah dan mangkok tulang manusia.
6)   Berkepala ular warna biru memegang tali ular.
Selatan :
1)   Berkepala kelelawar warna kuning memegang pisau belati.
2)      Berkepala singa warna merah memegang hiolo.
3)      Berkepala kalajengking warna merah memegang bunga teratai.
4)      Berkepala burung warna putih memegang tongkat.
5)      Berkepala musang berwarna hitam kehijaun memegang tongkat  kayu.
6)      Berkepala macan warna kuning kehitaman memegang cawan babi berkepala manusia.
Lapisan sebelah luar
Timur           : Berkepala burung berwarna hitam memegang kail bedsi.
Barat                        : Berkepala singa warna merah memegang rantai besi.
Utara            : Berkepala ular warna hijau memegang klenengan/bel.
Selatan         : Berkepala kambing hutan warna kuning memegang tali.
            Hari ke 15 – 49.
Jika sampai hari ke 14 badan medio belum dapat menggunakan kesempatan yang ada untuk masuk kedalam alam Buddha, badan medio akan mendengar teriakan-teriakan yang memilukan dan menyeramkan, terasa angin yang besar dan kencag meniup dari arah belakang dan sekelilingnya menjadi gelap gulita.disaat itu munculah raja setan dan seluruh perajuritnya, bentuk badannya besar dan berwajah menakutkan, siap ,meminum darah manusia. Jika badan medio melihat keadaan ini janganlah takut , sadarlah bahwa segala wujud atau rupa itu pada hskekatnya adalah kosong. Sebutlah Namo Amitabha Buddha, maka semua gambaran akan lenyap dan badan medio segera tumimbal lahir di Surga Sukhavati.
3.      Tumimbal Lahir
Proses tumimba lahir
Budha menjelaskan peroses tumimbal-lahir  sebagai sebab-musabab yang saling bergantungan. Proses ini terutama berhubungan dengan bagai mana mengatasi penderitaan hidup yang berulang-ulang tanpa mempedulikan teka-teki asa mula kehidupan yang pertama.tiada sesuatu yang muncul dari ketidak adaan. Tiada sesuatu atau makhluk yang mncul tanpa ada sebab terlebih dahulu. Segala sesuatu tergantung pada kejadian yang mendahului atau mengkondisikannya, yang disebut sebab.
Menurut Gunaratna, terdapat sejumlah hukum yang secara fundamental bekerja dalam proses tmimba-lahir, yaitu :
1)      Hukum ketidak kekalan atau perubahan;
2)      Hukum penjadian atau dumadi ( law of becoming );
3)      Hukum kesinambungan atau kontinuita;
4)      Hukum karma atau aksi dan reaksi;
5)      Hukum daya tarik dan pertalian (low of attraction & affinity)
Berdasarkan abhidhamma ia menjelaskan momen-momen pikiran dan bekerjanya pikiran, sadar dan bawah sadar sehingga hingga kematian berlanjut dengan kelahiran kembali.
Kita tidak tau pasti dari mana seseorang berasal sebelum terlahir didunia . tetapi dengan melihat keadaan dan nasib seseorang, kita bisa memperkirakan bagai mana hidupnya terdahulu.[5]
a)   Dasa dharma dhatu
Didalam agama budha dikenal adanya 10 alam besar (Dasa Darma Dhatu) yang dapat di kelompokan menjadi 2 bagian, yaitu :
Kelompok yang tidak tumiba lahir lagi
1)   Alam Buddha
Alam Buddha adalah alam yang maha sempurna, mahluk yang terlahir di ala mini telah melaksanakan Sad Pramita dengan sempurna hingga memperoleh tingkat pencerahan Bodhi yang tiada taranya  (Anuttara Samyaksambodhi), jasa dan pahalanya telah brlimpah-limpah serta mempunyai kemampuan membimbing semua mahluk agar memperoleh kesadaran bodhi.
2)      Alam Bodhisattva
Alam ini dihuni oleh mahluk yang telah melaksanakan sad Pramita dengan baik, tetapi pahalanya belum, berlimpah –limpah dan mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta semua makhluk yang lain agar bebas dari alam sangsara.
3)      Alam Pratyeka Buddha
Makhluk yang dengan usaha dan pengetahuan sendiri telah melatih dan berhasil memutuskan dengan sempurna  12 rantai sebab musabab yang saling bergantungan (Devadasang Pratityasamutpada) akan memperoleh pencerahan Pratyeka Bodhi dan berdiam di alam Pratyeka Buddha.
4)      Alam Arhat
Alam arhat dihuni oleh mahluk yang telah sempurna melaksanakan 4 kesunyataan mulia (Catur aryasatyani) dan sempurna pula di dalam melaksanakan Sila, Samadhi, Prajna dengasn mengikuti ajarn  Syamyaksambuddha sehingga mencapai pencerahan sravaka Bodhi untuk dirinya sendiri.
            Kelompok yang masih tumimba lahir :
5)      Alam Dewa
Alam dewa diikuti oleh kegembiraan, usia panjang dan kemakmuran yang berlimpah-limpah. Makhluk yang dapat dilahirkan di alam ini, telah sempuna menjalankan 10 perbuatan bajik (Dasa Kusala Karma) dan melakukan dana demi kepentinga orang banyak.
6)      Alam Manusia
Alam Manusia bersifat derita, tidak kekal dan tanpa inti (Dukha, Anitthya, Anatman), dan setelah mati dapat di peroses tumimbal lahir di salah satu dari 10 alam besar sesuai karmanya. Untuk dapat dilahirkan sebagai manusia, makhluk tersebut harus menjalankan Pancasila dan Dasa Kusala Karma.
7)      Alam Asura
Mahlukl yang dilahirkan di Alam Asura ini, tidak menjalankan panca Sila dan Dasa Kusala Karma. Akan tetapi melatih diri dengan Samadhi, sehingga memperoleh kekuatan gaib serta penuh dengan angkara murka. Alam Asura mempunyai nafsu keinginan dan emosi yang luar biasa, serta mempunyai kesaktian seperti dewa, tetapi ala mini diliputi dengan kegelisahan, ketidak tentraman, kemarahan dan jangka waktu hidupnya lebih panjang dari pada alam manusia.
8)      Alam Binatang
Alam ini diliputi dengan ketidakkekalan,kegelisahan,kebodohan serta tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.
9)      Alam Setan Gentayangan
Makhluk yang dilahirkan dialam preta karna dia telah melanggar Panca Sila dan Dasa Kusala Karma serta pikirannya selalu diliputi dengan dosa, moha dan lobha (kebencian, kebodohan dan keserakahan ).
10)  Alam Neraka
Makhluk yang dilahirkan di alam neraka ini karena dia telah melanggar Panca Sila dan Dasar  Kusala Karma, serta pikirannya selalu diliputi dengan kebencian,kebodohan dan keserakahan yang tiada taranya, semasa hidupnya tidak berbakti  dan menyusahkan orang tua.

b)     Tanda-tanda berkontak rasa dengan berbagai alam
1)   Alam Surga Sukhayati
Mereka yang semasa hidupnya belajar dan membina diri dengan metode memasuki lautan Samadhi Surga Sukhavati dan semua upacara, pikiran: perbuatannya selaras dengan Buddhi Darma.
2)      Alam Neraka
Saat akan tumimbal lahir didalam neraka, badan medio mendengar suara-suara yang sedih, menjadi tertarik dan mengikutinya, badan medio  akan masuk kerumah batu dan goa berwarna hitam dan putih, selanjutnya melewati dengan terowongan yang gelap.
3)      Alam Setan Gentayangan (Preta)
Alam ini disebut juga alam setan kelaparan, karna selalu merasa kelaparan, tak pernah puas, keinginan tak bisa tercapai, dia hanya menunggu  adanya upacara Ulambana atau upacara persembahan puja makanan yang dilakukan oleh orang sucobarul;ah ia dapat makan dan tertolong.
4)      Alam binatang beberapa goa dan gunung jika badan medio tertarik dan masuk kedalamnya , maka akan tumimba  lahir menjadi bintang.
Dalam alam ini, badan medio akan melihat suatu padang rumput yang luas, beberapa goa dan gunung jika badan medio tertarik dan masuk kedalamnya, maka akan tumimbal lahir seperti binatang.
5)      Alam Asura
Badan medio akan melihat hutan kayu yang indah dan 2 roda api berputar mengagumkan, bila tertarik dan mendekatnya  maka akan segera tumimmbal lahir di alam asura.
6)      Alam Manusia
Mula-mula badan medio akan melihat ayah dan ibunya bermesraan dan bersenggama , bila tertarik dan jodoh nya berat ke pihak ibu maka akan terlahir sebagai laki-laki, sedangkan apabila lebih berat ke ayah akan terlahir sebagai wanita.
7)      Alam Dewa
Badan medio akan mendengar music kayangan yang merdu, tampak istana yang indah dan megah, kemudian akan dijemput oleh bidadari kayangan yang cantik dan dewa petugas yang tampan.

DAFTAR PUSTAKA

Dutavira, Bhiksu. 1993. Perjalanan Kematian. Jakarta : Pustaka Mahayana.
Dhammananda, Sri. 2007. Keyakinan Umat Buddha. Yayasan Penerbit Karaniya.
Hadiwijono, Harun. 1987. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: PT. BPK GUNUNG MULIA.
Wijaya-Mukti, Krishnanda. 2006. Wacana Buddha dan Dharma. Jakarta : Yayasan Darma Pembangunan.
Tanggok, M. Ikhsan. 2009. Agama Buddha. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta.



[1] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha-Dharma,hlm.73.
[2] Sri Dammananda, Keyakinan Umat Buddha, hlm.328.
[3] Bhiksu Dutavira, perjalanan Kematian, hlm.11.
[4] M.ikhsan tanggok,Agama Buddha, hlm.97-98.
[5] Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha-Dharma,hlm. 237-239.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar