Senin, 16 Juni 2014

14. Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Budha

Hari Suci dan Tempat suci Dalam Agama Budha



*Hari suci Buddhis 
Upacara-upacara, baik yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan maupun kenegaraan, sebenarnya adalah suatu cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Dengan sendirinya bentuk-bentuk upacara itu sesuai dengan keadaan, jaman, alam, suasana, selera, dan cara berfikir si pembuatnya atau pelaksananya. Dari berbagai macam upacara yang di lakukan oleh umat buddhis dengan corak ragam yang berlainan bila di teliti mempunyai makna yang sama dalam semua upacara agama Buddha, sebenernya terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

a.      Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur triratna
b.      Memperkuat sradha (keyakinan yang benar) dengan tekad
c.       Membina paramita (sifat bajik yang luhur)
d.      Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah sang Buddha goutama
e.       Melakukan anumodana ( membagi perbuatan baik kita pada mahluk lain)

Upacara yang mengandung lima prinsip tersebut telah di jadikan kebiasaaan dan sering di lakukan, dari bentuknya yang sederhana sampai yang rumit. Dengan demikian akan membawa makin seringnya ucapan dan perbuatan kita di tunjukan kepada kebajikan seperti terkendalinya fikiran-fikiran negatif dan berkembangnya fikiran-fikiran fositif,
Secara terperinci manfaat yang langsung dapat di peroleh dari upacara ialah:
  1. Serada akan berkembang
  2. Paramita akan berkembang
  3. Samvara ( indra) akan terkendali
  4. Santutthi (puas)
  5. Santhi (damai)
  6. Sukha (bahagia)

Untuk dapat memiliki manafaat yang sebenarnya maka kita harus melaksanakan upacara yang benar, sesuai denagn makana yang terkandung dalam upacara itu.

*Magha puja

          Hari suci magha puja biasanya jatuh pada purnama sidhi bulan februari-maret . pada hari ini umat Budha memperingati dua kejadian penting dalam masa hidup sang Budha gautama, yaitu :
  1. Berkumpulnya 1250 bhikshu yang telah mencapai tingkat kesucian arhat di vihara veluvana di kota rajagraha untuk memberi hormat pada sang Buddha Gautama keistimewaan yang terjadi sekembalinya menyebarkan Dharma ialah :
  • 1250 bhikshu yang terkumpul itu semuanya arhat
  • 1250 bhiksu itu semuanya adalah Ehi Bhikshu (Bhikshu yang di tahbiskan oleh sang Budha Gautama sendiri)
  • 1250 bhiksu itu semuanya datang tanpa berjanji (persetujuan) terlebih dahulu
  • Pada kesempatan itu sang Buddha Gautama menerangkan prinsip-prinsip ajaran- Nya yang disebut Ovada pratimoksha, yaitu :
Sasvapapasya  akaranam (Jangan bebuat kejahatan)
Kusalasyupasampada (Berbuatlah kebajikan)
Svacittaparyavadapanam (Sucikan hati dan pikiran)
Etad Buddhanasasanam   (Inilah ajaran Buddha)
  1. Pada tahun terakhir dari kehidupan sang Budha gautama yaitu sewaktu belia berdiam di cetia pavala di kota vaisali. Setelah beliau memberikan kothbah “idhipada dharma”kepada para siswanya, beliau berdiam sendiri dan membuat keputusan untuk parinirvana tiga bulan kemudian.                        

1. Hari Suci Magha Puja Hari suci Magha Puja memperingati empat peristiwa penting, yaitu :

1. Seribu dua ratus lima puluh orang bhikshu datang berkumpul tanpa pemberitahuan  terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai tingkat kesucian arahat.
3. Mereka semuanya memiliki enam abhinna.
4. Mereka semua ditasbihkan oleh Sang Buddha dengan ucapan “Ehi Bhikkhu”
Mereka memiliki abhinna atau kemampuan batin yang lengkap yang berjumlah enam jenis, yaitu :
1. Pubbenivasanussatinana, yang berarti kemampuan untuk mengingat tumimbal lahirm Yang dahulu.         
2. Dibbacakkhunana, yang berarti kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan  kesanggupan melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya masing-masing (mata dewa).
3. Asavakkhayanana, berarti kemampuan untuk memusnahkan asava (kotoran batin)
4. Cetoporiyanana, berarti kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
5. Dibbasotanana, yang berarti kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam apaya, alam manusia, alam dewa, dan alam brahma yang dekat maupun yang jauh.
6. Iddhividhanana, yang berarti kekuatan magis, yang terdiri dari :
 a. Adhittana-iddhi, yang berarti kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu    

  menjadbanyak dan dari banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, yang berarti kemampuan untuk  “menyalin rupa”, umpamanya  menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa membuat diri menjadi tidak tertampak.
c. Manomaya-iddhi, yang berarti kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, umpamanya menciptakan harimau, pohon, dewi.
d. Nanavipphara-iddhi, yang berarti pengetahuan menembus ajaran.
e. Samadhivipphara-iddhi, yang berati kemampuan konsentrasi, seperti :
   Kemampuan menembus dinding, tanah, dan gunung.
   Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam kedalam air.
   Kemampuan berjalan diatas air.
   Kemampuan melawan air.
   Kemampuan terbang di angkasa.

2. Hari suci Waisak 

            Hari suci waisak puja biasanya jatu pada purnama sidhi bulai mei- juni. Pada hari suci ini umat Buddha memperingati 3 peristiwa penting dalam masa hidup sang Buddha gautama yaitu :

1. Lahir nya sidharta gautama di taman lumbini, tahun 623 SM
2. Sidarta Gotama mencapai bodhi ( Penerangan Sempurna) dan menjadi Buddha , tahun 588 SM, pada usianya yang ke 35 tahun di bawah pohon ghodhi, hutan gaya
3. Buddha Gotama mencapai Parinivana tahun 543 SM, pada usia 80 tahun, di kusinara atau kusinaraga.

            Peristiwa Suci Waisak mengajak umat Buddha untuk merenungkan dan menghayati kembali perjuangan hidup Buddha Gotama. Seorang Putera Mahkota Siddharta Gotama yang dibesarkan dengan segala kemewahan di dalam istananya, ternyata rela meninggalkan semuanya itu demi cinta kasihnya kepada semua makhluk. Beliau pergi meninggalkan istana bukan karena terpaksa atau dipaksa, juga bukan karena kepentingan pribadi. Beliau pergi meninggalkan istana dan segala kesenangan duniawi karena dorongan untuk mencari sesuatu yang hakiki. Beliau berjuang dengan gigih dan pantang menyerah dalam upaya mencari jalan yang dapat membebaskan makhluk dari segala bentuk penderitaan.

3. Hari Suci Asadha  
Hari suci Asadha puja biasanyajatuh pada purnamasidhi bulan mei-juni. Pada hari suci ini umat Buddhamemperingati dua peristiwa penting dalam masa hidup sang Buddha sang Buddhagauama yaitu :      
1. Saat pertamakalinya sang Buddha gautama memberikan khotbah setelah beliau menjad uddha, khotbah tersebut di kenal dengan nama “dharmacakrapravartana” atau “ khotbah pemutaran roda kebenaran “ yang berisi catvari arya satyani/empat kesunyataan mulia.  
2. Pada saatini pulalah sangha yang pertama muncul di dunia engan sang Buddha gautama sendiri yang bertindak selaku nayaka (ketuan) nya.
Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan Mulia itu terdiri atas :

1. Dukkha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang adanya dukkha.
2. Dukkha Samudaya Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang sebab dukkha.
3. Dukkha Nirodha Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya dukkha
4. Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariyasacca, yang berarti Kesunyataan Mulia tentang Jalan untuk melenyapkan dukkha..
           Tanha terdiri atas tiga jenis, yaitu : 
1. Kama tanha, yang berarti keinginan akan kenikmatan-kenikmatan indria.
2. Bhava tanha, yang berarti keinginan akan kelangsungan atau perwujudan.
3. Vibhava tanha, yang berarti keinginan akan pemusnahan.

Ariya Atthangika Magga ini terdiri atas :
1. Samma Ditthi, yang berarti Pandangan Benar.
2. Samma Sankappa, yang berarti Pikiran Benar.
3. Samma Vaca, yang berarti Ucapan Benar.
4. Samma Kammanta, yang berarti Perbuatan Benar.
5. Samma Ajiva, yang berarti Penghidupan Benar.
6. Samma Vayama, yang berarti Daya Upaya Benar.
7. Samma Sati, yang berarti Perhatian Benar.
8. Samma Samadhi, yang berarti Konsentrasi Benar. 
4. Hari Suci Kathina            
Hari suci kathina puja di rayakan tiga bulan setelah Asadha, perayaan dapat di langsungkanpada dalam waktu satu bulan sesudah hari pertama berakhirnyamasa vassa.
            Umat Buddha berterima kasih kepada Sangha dengan menyelenggarakan perayaan Kathina Puja. Umat Buddha berterima kasih kepada para Bhikkhu / Bhikkhuni yang telah menjalankan masa vassa di daerah mereka, dengan mempersembahkan Kain Kathina (Kathinadussam) yang berwana putih sebagai bahan pembuatan jubah Kathina. Dalam Kitab Mahavagga berbahasa Pali, bagian dari Vinaya Pitaka, Sang Buddha mengatakan kepada para bhiksu, ketika Beliau berada di Jetavana Arama milik Anathapindhika, dikota Savantthi, sebagai berikut :
“Aku memperolehkan Anda sekalian, oh para bhikku,
untuk menerima Kain Kathina
sebagai bahan pembuatan jubah Kathina\\\\
jika telah menyelesaikan masa vassa”

            Kain Kathina ini biasanya dipersembahkan oleh umat Buddha kepada lima orang Bhikkhu atau lebih yang bervassa bersama-sama di satu vihara. Jika jumlah Bhikkhu yang ber-vasa di vihara itu kurang dari lima orang, maka upacara pemberian Kain Kathina tidak bisa diadakan. Dengan demikian, yang dapat dipersembahkah oleh umat Buddha pada hari suci Kathina itu adalah Dana Kathina (bukan Kain Kathina).

            Selama masa vassa, para bhikshu / bhikshuni mempunyai tugas untuk membina diri dengan baik. Melalui meditasi dan mempelajari Buddha Dhamma untuk diketahui dan dikhotbahkan kepada orang banyak di dalam kehidupan masyarakat Buddhis. Denagn adanya masa vassa, para Bhikkhu / Bhikkhuni mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mengisi dirinya dengan Buddha Dhamma dan untuk meningkatkan batinnya ke arah kesucian. Banyaknya masa vassa yang dijalankan oleh para bhikshu / bhikshuni ini menentukan senioritas mereka. Para bhikshu / bhikshuni yang telah menjalankan masa vassa sebanyak sepuluh kali sampai dengan sembilan belas kali akan mendapat gelar “Thera”. Para Bhikkhu / Bhikkhuni yang telah menjalankan masa vassa sebanyak dua puluh kali atau lebih akan mendapat gelar “Mahathera”
Para bhikshu / bhikshuni hidup amat sederhana. Mereka hanya mempunyai empat kebutuhan pokok, yaitu : 
1. Civara atau jubah ; cukup dengan satu model dan satu warna sederhana.
2. Pindapata atau makanan; cukup dua kali atau sekali sehari.
3. Senasana atau tempat tinggal; cukup satu ruangan sederhana, baik diikuti, di gubuk, di gedung, di gua-gua, atau di tempat-tempat lain.
4. Gilanapaccayabhesajja atau obat-obatan.
*Makna Puja ( Doa)
            Menurut Bhikku Indoguno, Paritta Suci atau doa-doa agama Buddha merupakan kumpulan doa bagi agama Buddha. Doa-doa tersebut dibacakan oleh umat Buddha pada saat kebaktian dan upacara keagamaan. Dalam setiap kebaktian pembacaan paritta dilakukan oleh bhikku. “Pembacaan doa tersebut pun bisa dilakukan secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama sesuai keperluan upacara itu sendiri,” ungkapnya. Kata paritta secara berarti perlindungan, paritta berisi syair-syair dalam bahasa Pali yang biasanya memiliki tujuan untuk mendapatkan perlindungan dari bahaya atau ketidakberuntungan.
           
*Tempat-Tempat yang di Sucikan Dalam Agama Buddha 
            Bukan saja tempat di mana Buddha mencapai kebangkitanya, alam sendiri dapat di anggap sakral bagi umat bhuddha hal ini dapat kita lihat di beberapa negara, seperti tibet, atau tempat geografis lainya, seperti gunung, yang di kaitkan dengan para dewa bhuddha atau gunung juga di kaitkan dengan tempat tinggal dewa-dewa Budha. Hal yang sama juga dapat kita jumpai di negri cina, banyak gunung-gunung yang di kaitkan dengan tempat tinggal dewa-dewa bhuddha bahkan tempat duduk meditasi , seperti replik dari singga sana Buddha, bisa di anggap sesuatu skaral, roger m. Keesing (1976:566) mengatakan bahwa sakral atau sakralisasi adalah proses menjadi keramat atau transisi dari dunia sekular dunia biasa menuju ke dunia keramat, sedangkan keramat adalah berhubungan dengan kekuatan-kekuatan terringgi atau yang melebihi dari kekuatan manusia, yang terdapat di alam semesta, memiliki arti atau suasana keagamaan yang khas.
Bukan saja di asi, pada abad ke 20dan 21 , kuil-kuil Buddha sudah menjadi pandangan umaum di eropa dan amerika utara, los ageles kadang-kadang di sebut sangat kompleks dan kota Budha yang berfariasi di dunia.          
            Penganut Buddha mensakralkan tempat-tempat di cina yang menggabungkan tiga gunung dengan tiga bhodisatteva utama : gunung wutai, di profinsi shanxi merupakan rumah wenshu (sanskrit, samantabhadra), bhodisatvha amal saleh atau budi luhur; dan gunung putuo di zeziang merupakan rumah guanyin (sanskrit, afalokiteshfara), bhodisattva cinta kasih. Gunung puia.

*SANGHA
             Sangha berarti pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu. Kata Sangha pada umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu. Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para Bhikkhu), yaitu:
  1. Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum    mencapai tingkat-tingkat kesucian.
  2. Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Pengertian 'Sangha' di dalam Sangha Ratana ini, berarti kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang disebut dengan istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:
  1. Sotapanna = orang suci tingkat pertama (sotapatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
  2. Sakadagami = orang suci tingkat kedua (sakadagami-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).
  3. Anagami = orang suci tingkat ketiga (anagami-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
  4. Arahat = orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan kematian).
            Untuk dapat mencapai tingkat-tingkat kesucian, maka mereka harus dapat mematahkan 'belenggu' yang mengikat mahluk pada roda kehidupan. Belenggu ini disebut Samyojana. Ada 10 jenis belenggu yang harus dipatahkan bertahap sehubungan dengan pencapaian tingkat-tingkat kesucian, yaitu:
  1. Sakkayaditthi = kepercayaan tentang adanya diri / kepemilikan / atta yang kekal dan terpisah.
  2. Vicikiccha = keraguan terhadap Buddha dan ajarannya.
  3. Silabbataparamasa = kepercayaan tahyul, bahwa dengan upacara sembahyang saja, dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
  4. Kamachanda / kamaraga = hawa nafsu indera
  5. Byapada / patigha = kebencian, dendam, itikad jahat.
  6. Ruparaga = keinginan untuk hidup di alam yang bermateri halus.
  7. Aruparaga = keinginan untuk hidup di alam tanpa materi.
  8. Mana = kesombongan, kecongkakan, ketinggihatian.
  9. Uddhacca = kegelisahan, pikiran kacau dan tidak seimbang.
10.   Avijja = kegelapan / kebodohan batin.
  • Mereka yang telah terbebas dari 1 - 3 adalah mahluk suci tingkat pertama (Sotapanna) yang akan tumimbal lahir paling banyak tujuh kali lagi.
  • Mereka, yang disamping telah terbebas dari 1 - 3, dan telah dapat mengatasi / melemahkan no. 4 dan 5, disebut mahluk suci tingkat kedua (Sakadagami), yang akan bertumimbal lahir lagi hanya sekali di alam nafsu.
  • Mereka yang telah sepenuhnya bebas dari no. 1 - 5, adalah mahluk suci tingkat ketiga (Anagami), yang tidak akan tumimbal lahir lagi di alam nafsu).
  • Mereka yang telah bebas dari kesepuluh belenggu tersebut, disebut mahluk suci tingkat keempat (Arahat), yang telah terbebas dari kelahiran dan kematian, yang telah merealisasi Nibbana (Kebebasan Mutlak).
Selain ditinjau dari 'belenggu' yang mengikat pada roda kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk suci ini juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya, yang telah berhasil mereka basmi. Ada 10 kilesa yang harus dibasmi sehubungan dengan pencapaian tingkat-tingkat kesucian tersebut, yaitu:
  1. Lobha = ketamakan
  2. Dosa = kebencian
  3. Moha = kebodohan batin
  4. Mana = kesombongan
  5. Ditthi = kekeliruan pandangan
  6. Vicikiccha = keraguan (terhadap hukum kebenaran / Dhamma)
  7. Thina-Middha = kemalasan dan kelambanan batin
  8. Uddhacca = kegelisahan
  9. Ahirika = tidak tahu malu (dalam berbuat jahat)
10.   Anottappa = tidak takut (terhadap akibat perbuatan jahat)
           Sotapanna, dapat membasmi no. 5 dan 6; Sakadagami, dapat membasmi nomor 5 dan 6 serta melemahkan kilesa yang lainnya; Anagami, dapat membasmi nomor 5, 6 dan 2 serta melemahkan kilesa yang lainnya; Arahatta, dapat membasmi kesepuluh kekotoran batin tersebut.
        Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang disebut Sanghaguna. Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:
1.      Supatipanno
Bertindak / berkelakuan baik
2.      Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus
3.      Nayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di 'jalan' yang benar, yang mengarah pada perealisasian Nibbana)
4.      Samicipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya
5.      Ahuneyyo
Patut menerima pemberian / persembahan
6.      Pahuneyyuo
Patut menerima (diberikan) tempat bernaung
7.      Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan / dana
8.      Anjalikaraniyo
Patut menerima penghormatan (patut dihormati)
9.      Anuttaram punnakhettam lokassa
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.
           Dalam Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya Sangha. Jadi kita berlindung kepada Ariya Sangha. Kita tidak berlindung kepada Sammuti Sangha; tetapi kita menghormati Sammuti Sangha karena para beliau ini mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang jalan hidupnya mengarah ke jalan Dhamma.

*Ajaran sangha
Dalam naskah-naskah Buddhis dijelaskan bahwa sangha adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai oleh kesatuan dari pandangan yang bersih dan sila yang sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami,anagami dan arahat.
            Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang artinya tiga dan Ratana, yang artinya permata / mustika; yang maknanya sangat berharga. Jadi, arti Tiratana secara keseluruhan adalah Tiga Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur; karena merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang perlu sekali dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.
Hubungan antara ketiganya sering digambarkan sebagai berikut : “Buddha sebagai bulan pernama, dharma sebagai sinarnya yang menyinari dunia, dan sagha sebagai dunia yang berbahagia menerima sinar tersebut.”
            Sebagai suatu bentuk masyarakat keagamaan, sangha terbuka bagi setiap umat Buddha Setelah menjadi bhikkhu ia harus menjalani hidup bersih dan suci seperti yang tertulis dalam Vinaya Pitaka, menjalani 227 peraturan yang garis besarnya adalah:
Peraturan yang berhubungan dengan tata tertib lahiriah;
  • Peraturan yang berhubungan dengan cara penggunaan makanan dan pakaian serta lain-lain kebutuhan hidup;
  • Cara menanggulangi nafsu keinginan dan rangsangan batin;
  • Cara untuk memperoleh pengetahuan batin yang luhur untuk penyempurnaan diri.

13. Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Hindu

Hari-hari suci Agama Hindu di Indonesia


A.        Pendahuluan

Tiap–tiap golongan manusia yang ada di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu negara atau bangsa, maupun sebagai penganut dari suatu agama. Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci pada hakekatnya merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini.

B.         Hari Nyepi (Tahun baru)

Hari Nyepi[1] diperingati sebagai tahun baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi (Tahun Baru Caka) ini, adalah sebagai berikut:
1.      Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada trayodasa krenapaksa sasih IX (Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga adalah Hari yang baik untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk mengadakan pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa dilakukan dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala dan patra umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha Kuasa).
2.      Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu), jatuhnya pada Tilem sasih kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan umat manusia. Di saat umat hindu bersiap untuk melepaskan tahun lama dengan mengadakan pecaruan agar segera kekuatan yang negatif tidak mengikuti manusia melangkah ketahun yang baru. Di samping itu adalah untuk menormalisir unsur-unsur panca Mahabhuta, yaitu lima unsur yang menjadi alam semesta (makrokosmos) dan badan makhluk hidup (mikrokosmos).
3.      Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga sebagai tahun Baru Caka pada hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga, samadhi, satu hari penuh (24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan tidak minum. Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakann dengan tidak menyalakan apai (amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati lelangun). Jelasnya pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan pikiran dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi menciptakan ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak menjelajahi atau meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat di masa lalu dan memupuk perbuatan yang baik serta melebur yang tidak baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun Baru Caka) kita peringatkan agar berbuat dengan “ Sepi Ing Pamrih”.
4.      Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini memulainya aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon semoga Hyang Widhi menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari mkegelapan masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah kita hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi makhluk Tuhan.

C.        Hari Ciwaratri

Ciwaratri berarti malam renungan suci atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII (kepitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan januari.[2] Pada hari ini kia melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya (kegelapan).
Hari ciwaratri kadang kala disebut juga hari pejagaran. Karena pada hari ini Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Yang bermanifestasikan sebagai Ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan Yoga Yoga semalam suntuk, karena Itu pada hari Ini kita memohon kehadapan- Nya agar segala dosa –dosa kita dapat dilebur.
Pada malam Ciwaratri ini. Setiap orang mendapat kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya (dosanya) dengan jalan melaksanakan brata Ciwaratri. Hal ini disebutkan dalam kitab Padma Purama. Bahwa sesungguhnya malam Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa, yaitu peleburan atas dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam hidupnya.

D.        Hari Galungan

Galunagan adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan adalah hari pawedalam jagat.[3] Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan.[4]
Galungan merupakan perlambang perjuangan antara yang benar (dharma) nmelawan tidak benar (adharma) dan juga sebagi pernyataan rasa terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptkan Hyang Widhi ini.
Disamping itu pula, perayaan galungan adalah untuk menyatakan terima kasih dan rasa bahagia atas kemurahan Hyang Widhi yang dibayangkan telah sudi turun dengan diiringi oleh para dewa dan para Pitara ke dunia.
              Sehari sebelum galungan, yaitu pada hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat penampahan ini segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut hari raya Galungan (Besoknya), karena pada hari Penampahan iini manusia berusaha digoda oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif, misalnya nafsu murka, iri hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang dilambangkan dengan Sang kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu kurang waspada dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan dikuasai adanya dorongan nafsu marah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran .perselisihan dan lain sebagainya.

E.         Hari kuningan

Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada hari kuningan ini, sajen (banten) yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yanng berwarna kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan dan kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor. Tamiang ini adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah simbul tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng serta lauk pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau tidur. Upacara persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari. 

F.         Hari Purnama dan Tilem

Purnama dan Tilem, Juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang harus disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan Karunia dari Hyang Widhi.
Pada hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di dunia.
Bila pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan hyang Widhi, dari nilai satu aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah bernilai sepuluh dari hyang Widhi.
Demikianlah hari Purnama dan Tilem itu yang merupakan hari Suci yang harus dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon anugrah dan rakhmat serta keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada hari Purnama dan Tilem hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada pengalaman ajaran agama.
Hari Purnama jatuh setiap bulan penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh setiap bulan mati (krsna paksa). Baik purnama maupun Tilem datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama dan Tilem ini kitahendaknya mengadakan pembersihan secara lahir batin, karena itu, disampping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting didalam kehidupan manusia. Disamping itu pula air merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kotoran.

G.        Hari Saraswati

Hari Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang “Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah dianugrahkan itu.
Dewi Saraswati merupakan sakti Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam hal mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul ciptaan-ciptaan baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak mungkin dapat menciptkan yang baru.



Bab II
Hari-hari suci Agama Hindu Di India

A.        Chaitra Purnima

Hari suci ini jatuh pada purnama Bulan Chaitra (ke 9) di bali bersamaan dengan Purnama kadasa (WAISAKA ), sekitar Maret-April. Pada hari ini umat melakukan pemujaan terhadap Dewa Yama. Umat biasanya mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan bumbunya. Setelah persembahan. Umat biasanya makan bersama (prasadam). Hari raya ini sebenarnya jatuh pada purnama dibulan pertama, menurut kalender Hindu.[5]Sebab Umat Hindu memandang Bulan Chaitra sebagai awal tahun baru sehingga perayaan ini bisa jadi sekaligus merupakan perayaan tahun baru Saka.

B.        Durgapuja

Hari suci ini di rayakan pada suklapaksa (penanggal) sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar September- oktober. Pada sistem kalender bali, ini bertepatan dengan bulan kartika (sasih kapat). Hari durgapuji ini juga diperingati setelah Rahmawavani yang jatuh pada suklapaksa kesembilan.
Pada hari ini, umat pertama-tama melakukan pemujaan di rumahan masing-masing. Pada hari ini, umat juga memuja Siva Ganesha dan dewa-dewa lainya. Pada perayaan ini, umat biasanya menggarak patung dewi Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat biasanya melakukan bhajan.[6] Semalam suntuk untuk memuja durga. Mereka biasanya menggunakan tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan sejenisnya. Pada puncak acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci ke sungai-sungai suci.

C.        Dipavali

Hari suci ini biasanya di peringati pada Krsnapaksa ke 14 (pangelong ping 14) bulan kartika. Pada sistem kalender di Bali bertepatan dengan sasih kalima. Hari suci ini dilaksanakan untuk memperingati kembalinya Sri Rama ke Ayodhya.[7] Sehingga umat menyambut beliau dengan menyalahkan Dipa, sejenis lilin-lilin kecil.

D.        Gayatri Japa

Hari suci ini untuk memperingati turunya Mantram Gayatri.[8] Mantram ini adalah ibu daripada semua Mantram dalam Weda. Hari suci ini sangat dikramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada Purnama Srawana, sekitar Juli-Agustus. Hari suci Ini bertepatan dengan purnama Karo (Bhadrapada) menurut sistem kelender umat Hindu di Bali.

E.        Guru Purnima

Hari suci ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari kelahiran Maharsi Vyasa. Hari suci ini jatuh padaPurnama Asadha, sekitar Juni-Juli. Menurut perhitungan kalender hindu dibali, ini bertepatan dengan purnama kasa (Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari ini, mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal diasram-asram untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi.


Bab III
Tempat tempat Suci Agama Hindu

A.          Istilah-istilah Tempat Suci

Tempat suci bagi umat Hindu, dapat disebut dengan bermacam-macam istilah, seperti:
1.      Pura
Istilah pura berasal dan kata “pur”. Yang artinya kota, benteng atau kota yang berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi oleh tembok. Hampir semua pura (tempat Suci) dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau pagar untuk memisahkan dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci.
2.      Candi
Candi artinya Ciwa.[9] Bentuk pokoknya adalah segi tiga yaitu lambang purusa, sebagai wisesanya Hyang Widhi untuk mencipta atau mengadakan. Lambang ini adalah lamabang Ciwa sebagai paksa agama Hindu. Jadi bukan bagian dari Tri Murti atau Tri Sakti. Candicandi ini banyak terdapat di India dan di Jawa, sedangkan Candi yang terdapat di gunung Kawi (Tampak Siring Bali) bukanlah lambang Ciwa, melainkan adalah terdapat penyungsungan seorang Raja yang di makamkan disana dengan permaisurinya.
3.      Kahyangan atau Parhyangan
Kahyangan atau Parhyangan. Berasal dari kata “Hyang”. Biasanya dihubungkan dengan sang dang, merupakan kata sandang yang di tempatkan didepan sesuatu yang dimuliakan, dihormati, misalnya sang Hyang Widhi, Sang Hyang Dharma, Dang Hyang Drona, hyang Guru, dang Hyang Niratha dan lain sebagainya. Jadi “Hyang”. Yang berarti sesuatu yang muliakan, disucikan, dijunjung, di hormati. Kata Hyang ini kemudian mendapat awalan “Ka” dan akhiran “An” (ka+hyang+an) sehingga menjadi kata Khyangan yang berarti tempat, kedudukan linggih, sthana. Demikian pula kata parhyangan”. Yang artinya tempat kedudukan suci yang di sucikan. Selanjutnya yang di maksud dengan kahyangan atau parhayangan disini, bukan saja bangunan yang berfungsi sebagai sthana, linngih atau temapt kesucian itu, tetapi juga seluruh komplek dengan halaman dari tempat suci.
4.      Istilah istilah lainnya
Istilah istilah lain adalah Pengayatan, Pengawangan, Pengubengan, Pengayengan, Dewagrha-Mandira, Persimpangan dan lain-lainnya. Ditempat ini hyang Widhi beserta manifestasinNya disthanakan dan di puja pada waktu tertentu apabila diperlukan. Misalnya pada hari raya agama Hindu. Pengahayatan, Penyawangan, pengubengan dan sejenisnya ini merupakan linggih atau sthana Hyang Widhi yang bersifat sementara, yakni sebagai persimpanagan saja. Melalui tempat-tempat suci ini kita memusatkan pikiran dan memohon kehadapan Hyang Widhi beserta manifestasiNya agar berkenan bersthana pada tempat yang telah tersedia, serta mengabulkan doa yang kita panjatkan kehadapan- Nya.

B.          Fungsi tempat Suci

Tempat suci mempunyai funsi yang amat penting bagi Umat Hindu funsi yang hampir meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Hindu.[10]
Sebagaimana disebutkan dalam sastra agama, maka fungsi tempat (Pura) itu adalah sebagai berikut:
1.      Pura adalah temapt beribadat, tempat manusia mendekatkan dirinya kepada Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud kehadapan Tuhan yang Maha Pecipta. DiPuralah tempat manusia mempersatukan dirinya kepada Tuhannya.
2.      Pura juga merupakan tempat memperlai mengikrarkan sumpahnya atas pesaksian Sang Hyang Widhi untuk memasuki hidup baru, mereka berjanji tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka untuk membawa rumah tangga yang berbahagia sesuia dengan tuntunan agama    
3.      Temapt untuk memuja roh-roh suci yang dipandang suci baik roh suci leluhur, roh para Rsi maupun raja-raja yang dianggap telah menjadi Dewa-dewi.

C.          Jenis-jenis Tempat Suci

Jenis-jenis tempat suci berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1.      Pura keluarga
Pura keluarga ini juga disebut Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura Pedharman, Paibon, Panti dan lain sebagainya kelompok pura ini didukung oleh segolongan orang-orang yang mempunyai hubungan darah (genealogic). Oleh karena itu Pura –Pura iini ada dilingkunagan rumah tangga. Jika pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut dengan Sanggah atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan telah bertambah besar dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau sejenisnya.
2.      Pura Desa
Pura Desa ini disebut pula pura kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, yaitu Pura temapt memuja Hyang widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura Desa (Balai Agung) ialah tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera ialah tempat pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu pemelihara.[11]
3.      Pura Kahyangan jagat ini juga disebut dengan pura umum, artinya adalah suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh Umat Hindu yang ada di seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu umumnya. Di Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong Kahyangan jagat ini adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya banyak lagi pura atau Kahyangan yang dapat di katagorikan sebagai Kahyangan Jagat, seperti misalnya Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa Timur dan lain-lainya.
4.      Pura yang besifat Fungsional
Yang dimaksud dengan Pura Fungsional di sini adalah dimana pemuja, pendukung atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat suci yang termasuk golongan Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun suwi/Ulun Carik) dan lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawah-sawah mereka.maka bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.






DAFTAR PUSTAKA

Warman I Nyoman Singgin dan Sutara I Gede. Hari Raya Hindu Bali-India. Surabaya: Paramita. 2003.
Oka Netra Anak Agung Gde. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Denpasar: Widya Dharma. 2009.
Suarka I Nyoman. Ketuhanan Bali; Kajian Analisis dan Era Baru Empu Kunturan. Surabaya: Paramita. 2005.





[1] Drs. Anak Agung gde Oka Netra, widya dharma 2009.
[2] Prof. Dr I.b. Mantra ; tata susila Hindu Dharma, 1989
[3] Cudamani; pengantar agama hindu III , 1983-1984
[4] I Nyoman singgi Wikarman, hari raya Hindu bali-India suatu perbandinga. (surabaya: Paramita 2005). Hlm 29
[5] Sistem kalender umat hindu dibali lebih awal satu bulan dengan sistem kalender di India. Sebab umat Hindu di bali lebih dahulu melihat matahari berada diatas kepalanya pada pergerakan semu matahari dari selatan ke utara .
[6] Bhajan adalah sebuah festival yang mengindungkan nama-nama suci Tuhan pada hari suci ini, umat hindu di india biasanya melakukan bhajan semalam suntuk. Mereka biasanya menari-nari dan menyanyi bersama-sama.pada akhir pemujaan.
[7] Lihat kisah suci ramayana. Pada akhir cerita shri Rama diceritakan kembali ke ayodhya. Hari ini merupakan hari yang berbahagia. Penduduk menyalahkan lilin untuk menyambut kedatangan sang pahlawan  ini.
[8] Bagi yang membaca Adi Parwa, mahabrata akan mengetahui kisah turunya Mantra gayatri ini. Pada kisah tesebut diceritkan Maharsi Wismawitra menerima wahyu ini setelah beliau menghilangkan rasa egonya yang tinggi dengan memohon persahabatan dari pesaingnya Maharsi Wasista.
[9] Drs. Anak agung Gde Oka netra. Tuntunan dasar Agama Hindu.(Denpasar:Widya dharma: 2009) hlm, 83
[10] Made Dibia ; orang-orang Suci Agama hindu
[11] I Nyoman suarka, Ketuhanan Bali kajian analisis era baru empu keturunan (surabaya: Paramita 2005) , hlm 32-34